Main Article Content

Abstract

Pada dasarnya Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, namun hal tersebut tidak bersifat mutlak sehingga poligami dapat dilakukan dengan alasan tertentu. Legalisasi poligami di Indonesia secara eksplisit tercantum dalam pasal 3 hingga 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1947 tentang perkawinan. Pada UU ini juga dimuat syarat poligami yang harus dipenuhi oleh suami yang ingin melakukan poligami. Syarat Poligami sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ini 1). Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, 2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan, 3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Ketiga syarat ini terlalu mendiskreditkan perempuan dalam perspektif gender islam. Sehingga perlu adanya proporsionalitas alasan agar syarat dalam berpoligami tidak menyudutkan posisi perempuan. Ketiga syarat yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) UU perkawinan ini harus diberikan pembatasan penafsiran agar tidak mendiskreditkan perempuan. Karena jika hal ini tidak dilakukan, maka akan menimbulkan permasalahan baru dalam yang kemudian mengakibatkan perempuan sebagai pihak yang dirugikan atas syarat tersebut. Oleh karena itu, penulis menghimbau para hakim peradilan unuk mengubah paradigma penafsiran atas syarat tersebut agar terdapat proporsionalitas syarat bagi para pelaku poligami yang tidak mendiskreditkan perempuan.

Keywords

Poligami Proposionalitas syarat UU perkawinan KHI

Article Details

How to Cite
D, A. H., Hanum, C., & Rohman, M. S. (2018). PROPOSIONALITAS ALASAN POLIGAMI PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. QAWWAM : Journal for Gender Mainstreaming, 12(2), 188–201. https://doi.org/10.20414/qawwam.v12i2.1727

References

  1. Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
  2. Amîn, Qâsim. Tahrîr al-Mar’ah wa al-Mar’ah al-Jadîdah (Kairo: Al-Markaz al-rabî li al-Bahts wa al-Nasyr, 1984).
  3. Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996).
  4. al-Baydlâwî, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, Jilid II (Beirut: Dâr al-Fikr, 1996).
  5. Hayati, Nur. “Poligami Dalam Prespektif hukum Islam Dalam Kaitanya dengan Undang-undang Perkawinan”, Lex Jurnalica Vol. 3. 2005.
  6. Mustari, Abdillah. “Poligami Dalam Reinterpretasi,” Sipakalebbi, Vol. 1, No. 2, 2014.
  7. Nasution, Khoirudin. Status Perempuan Di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer Di Indonesia Dan Malaysia. (Jakarta, INIS, 2002).
  8. Rahman, Fazlur. Islam (Bandung: Penerbit Pustaka, 2000).
  9. Respati, Winanti Siwi. “Memahami Ketertindasan Perempuan Dalam Perkawinan Poligami”, Forum ilmiah,Vol. 5, No. 2, 2008.
  10. Ridlâ, Muhammad Rasyîd. Tafsîr al-Qur’ân al-Hakîm, Juz IV (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmîyah, 1999).
  11. Riyandi S, “Syarat Adanya Persetujuan Istri Untuk Berpoligami”, Islam Futura,Vol. 15, No. 1, 2015.
  12. Wartini, Atik. “Poligami: Dari Fiqih Hingga Perundang-Undangan,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 10, No. 2, 2013.
  13. az-Zamakhsyarî. Al-Kasysyâf `an Haqâ’iq alTanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh al-Ta`wîl, Juz I (Mesir: Maktabah Mishr, t. th.)
  14. Putusan Nomor Perkara 851/Pdt.G/2004
  15. Putusan Nomor Perkara 158/Pdt.G/2011/PA.Ktb
  16. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
  17. Undang-Undang No. 14 tahun 1970 juncto UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
  18. Undang-undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
  19. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  20. Anonim CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160814170845-255-151260/lebih-dari-50-persen-kasus-kemandulan-disebabkan-laki-laki, diakses pada tanggal 15 September 2018.