Batas Minimal Usia Pernikahan Perspektif Fukaha dan Realisasinya dalam Undang-Undang Perkawinan di Negara-Negara Islam
DOI:
https://doi.org/10.20414/schemata.v13i1.9978Keywords:
Minimum Limit For Marriage, Fuqaha, Marriage LawAbstract
The research aims to find out the views of the jurists regarding the provision of minimum age limits for marriage and their application to marriage laws in the majority of countries in the world. The method used in this research is a descriptive qualitative method. The data source comes from documentation is in the form of notes about the past where the form is in the form of pictures, monumental works or writings from a figure. The hypothesis in this research is that the standard for determining the minimum age for marriage according to the fuqaha is puberty. As for the sign of a person's puberty, it can be determined in two ways, namely bi al-‘alamat and bi sin. If the standard for determining puberty uses signs, the sign of a man's puberty is a wet dream or seminal discharge, while for women it is menstruation. Whereas if puberty is determined using the second method, then in this case the jurists have different opinions. As for Imam Hanafi's opinion, a man reaches maturity after he is 18 years old and 1 year for women. According to the Maliki school of thought, a man's and a woman’s puberty is marked by the growth of hair. According to the Syafi’i school of thought, a man reaches maturity after 15 years and 9 years for women. The Hambali school of thought says that a man and a woman reach maturity when both are 15 years old.
Keywords: Minimum Limit For Marriage, Fuqaha, Marriage Law
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan para fuqaha dalam hal pemberian batasan minimal usia dalam sebuah pernikahan serta penerapannya pada undang-undang perkawinan di negara-negara mayoritas penduduknya muslim di Dunia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Sedangkan sumber datanya itu berasal dari dokumentasi dimana dokumentasi itu berupa catatan tentang masa lalu dimana bentuknya itu dapat berupa gambar, karya monumental ataupun tulisan dari seorang tokoh. Hipotesa dalam peneilitian ini adalah bahwa penentuan standar batas minimal usia pernikahan menurut fuqaha itu baligh. Adapun tanda balighnya seseorang itu dapat ditentukan dengan dua cara yaitu bi al-‘alamat dan bi sin. Apabila penentuan standar baligh menggunakan bi al-‘alamat maka tanda baligh bagi seorang laki-laki adalah mimpi basah atau keluar mani, sedangkan bagi perempuan adalah haid atau menstruasi. Sedangkan apabila penentuan baligh dengan cara yang kedua maka, dalam hal ini para fuqaha berbeda pendapat. Adapun pendapat Imam Hanafi adalah Balighnya seorang laki-laki itu setelah berumur 18 tahun dan 17 tahun bagi perempuan. Mazhab Maliki, seorang laki-laki dan perempuan balighnya ditandai dengan tumbuhnya rambut di tubuhnya. Mazhab Syafi’i, balighnya seorang laki-laki setelah berumur 15 tahun dan bagi perempuan 9 tahun. Mazhab Hambali, balighnya seorang laki-laki dan perempuan itu apabila telah berumur 15 tahun.
Kata Kunci : Batas Minimal Usia Pernikahan, Fuqaha, Undang-undang Perkawinan